BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman,
pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia.
Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau
mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal makanan kaleng atau minuman
dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses
pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam
wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini
merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat
mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng
yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah
bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan
paling tahan terhadap pemanasan.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah teknik
pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal bagi masyarakat?
2. Bagaimana cara penyajian
produk bahan hewani dan nabati?
3. Bagaimana cara pengemasan
produk pengawetan bahan hewani dan
nabati?
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiman teknik dan
cara pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal pada masyarakat
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian
produk bahan hewani dan nabati
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk
pengawetan bahan hewani dan nabati
BAB II
PEMBAHASAN
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable),
karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab
kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan
semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,
secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik,
sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus:
bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari
perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat
menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas
pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah
aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
A.Jenis-jenis
teknik pengolahan dan pengawetan makanan
1.Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu
rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam
keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat
(quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -400 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu
tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan
bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain
antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap
keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam
pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku
misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.
Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa,
tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi
rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
2.Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan
tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh
lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih
murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah
di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air
ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan
baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air
yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
3.Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan
yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan
kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas
plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal
sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai
jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis
teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam
keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan
pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran
plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang –
lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan
plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat
menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan
ketupat dan sejenisnya.
4.Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan
sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat
spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang
dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan
dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses
pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan
bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan
benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara
komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan
pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan
kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita
rasa.
5.Penggunaan
bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu
mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan
tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia :
cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene
absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan
sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam
pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan
sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis
yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah
kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang,
pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982)
melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan
buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan
binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti
dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.
6.Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan
pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan
seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi
karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya
jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak
mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh
seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng
tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi,
pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk,
sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di
hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3
yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000
C.
7.Teknik
fermentasi
. fermentasi bukan hanya berfungsi
sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah
satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan
menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri
laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan
hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur,
maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus
acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman)
3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan
makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di
hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin
(laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan
menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh
manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI
(not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim
3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam
nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk
kolesterol dan kanker akan terhambat.
8.Teknik
Iradiasi
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada
suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu
teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan
terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah
teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber
iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan
foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan
radiasi pengion, contoh dan gelombang elektromagnetik,radiasi pengion adalah
radiasi partikel Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling
banyak digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk
pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co
(kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri
dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini
memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut
Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam
bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali
untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang
diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika
dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang
harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas.
Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah
banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik,
ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN
NABATI
Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati
meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan,
pemotongan, blanching, pengisian, exhausting, penutupan, processing
(sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.
a Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang
akan dikaleng-kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak
terlalu matang. Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena
tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur
setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi, bahan kemudian
dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan
menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi
atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.
· Proses
pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim
dimakan/ dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu,
bagian-bagian yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan
pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses
pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng. Pemotongan
atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian bahan ke
dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika
pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi,
yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan
warna.
· b. Proses
blansir
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk
membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan
dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu
sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit
tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan
pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan
sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna
untuk ;
a. membersihkan jaringan
dan mengurangi jumlah mikroba awal
b. meningkatkan suhu produksi
produk atau jaringan
c. membuang udara yang
masih ada di dalam jaringan
d. menginaktivasi enzim
e. menghilangkan rasa
mentah
f. mempermudah proses
pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
g. mempermudah pengupasan
h. memberikan warna yang
dikehendaki
i. mempermudah
pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan
perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan, seperti
pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan terjadinya pembusukan. Blansir
akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan
jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat
dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua
enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya
dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase
atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim
lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik. Lamanya proses
blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta medium
blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan
penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging,
susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat
membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup
potongan-potongan buah dalam air mendidih selama 5–10 menit. Lama pencelupan
tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum,
proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a. Proses blansir harus
dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan
b. Air yang digunakan untuk
proses blansir harus diganti secara rutin
c. Suhu akhir produk
setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
d. Produk yang telah diblansir
tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
· Proses pengisian
a. Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam,
yaitu medium larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau.
Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah
dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b.
Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke
dalam kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak
terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut
dengan head space.
c.
Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau
saus. Sama halnya dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak
dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm
dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan
tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
· Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian
dilakukan proses exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan
sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum
dilakukan penutupan kaleng. Exhausting
penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan,
sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng
karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan
dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan
kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat
kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir,
karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat
produk masih dalam kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng
masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan
sistem vakum.
Suhu
dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan proses berlangsung selama
8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70°C.
Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar
dari exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau tidak.
· c. Proses
penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat
dan her-metis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu
penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah
tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting
karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng
(terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di
dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan
sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak
dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
· d. Proses
sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng
dimasukkan ke dalam keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi.
Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk koktail buah dan cincau
digunakan suhu 100°C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit sedangkan untuk
sayuran digunakan suhu 115-121°C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60 menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada
perinsipnya ada dua jenis sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi
komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di industri pangan merupakan
proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan sebagai media
pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih
hidup dan dapat berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk
membunuh mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak
didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini jika dilaksanakan
maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya terutama pada
Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk mematikan semua
mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang
diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu
sterilisasi yang terlalu tinggi, untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan
cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah 100oC dengan tekanan 0,8 bar,
pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda
halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan
keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100°C tidak
akan efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121°C
dengan tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme
patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung
pada berbagai faktor, antara lain :
a. kondisi produk pangan
yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan lain-lain)
b. jenis dan ketahanan panas
mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c. karakteristik pindah
panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
d. Medium pemanas.
e. Kondisi penyimpanan
setelah sterilisasi
· e.Proses
pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan
dengan air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul
perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari
air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin
yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses
pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat
setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran
kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga
tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.
Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk
mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan
dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu
bagian bawah dan bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara
perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis.
Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan
kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian
bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada
dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran
dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan berlangsung, perlu
dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah terjadinya
koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam
retort telah men-capai 38-42°C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan
air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan keranjang diangkat dari retort.
· f. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng
dikeringkan dan dibersihkan, untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada
sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk
mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada
kaleng yang basah.
· g. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya
simpan dan efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan
kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang
menggembung, maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan baik dan hal ini
ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan hasil
pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam keadaan baik
setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa
dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan,
baik karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang
sempurnanya proses pengalengan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
· Pengkaratan
tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
· Reaksi kiamia,
misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.
· Penggelembungan karena adanya CO2.
· Operasi autoklaf yang salah terutama
setelah pendinginan.
· Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih
akan membawa akibat berlebihnya tekanan selama pemanasan.
· Pertumbuhan mikroba sebagai akibat
tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang sempurna, pembusukan bahan
sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan kaleng yang
cacat atau pendinginan yang kurang.
· Fluktuasi tekanan atmosfer.
· Suhu dan waktu pemanasan yang tidak
memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium
botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam
kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).
C.Proses Pengawetan Bahan Pangan
Hewani (ikan Sardens)
Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi
bagi sebagian orang yang malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak
dan gurih kemudahan pengolahan yang ditawarkan membuat sarden semakin akrab
saja di kalangan masyarakat. Pengalengan ikan adalah salah satu teknik
pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng yang ditutup rapat
untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah ikan dalam
bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan
nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses
pemanasan bila dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila
dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe.
Metode
pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas
Appert, seorang ilmuwan Prancis.
Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan bahan makanan yang
dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat
diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh
udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam
pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam
suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau alumunium.
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk, mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme, dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi.
D.TAHAPAN PENGALENGAN IKAN
Pengadaaan Bahan Baku
Ikan Segar.
Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu
atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai
bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol
seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.
Pengguntingan
(cutting). Bahan
baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan langsung diproses. Tahapan
pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan adalah
gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala)
kebawah kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo
diberikan sedikit perlakuan khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang
terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan
pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan
disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang
yang ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting
ditempatkan dalam keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan
dimasukkan dalam mesin rotary untuk dilakukan proses pencucian.
Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam
keranjang plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng.
Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan
pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng. Posisi ikan didalam
kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil setelah penghitungan
rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng adalah 4
ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah
pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang
sudah diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja
pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
Pemasakan Awal (Pree
Cooking). Dengan
bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang
panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap
panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree
cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai
produk keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu
penirisan (decanting).
Penghampaan
(Exhausting).
Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium pengalengan berupa saos cabai
atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur
yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan
melalui 2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan
dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk
tersebut diisikan kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga
dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas
lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.
Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan
dengan menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas
mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin.
Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak
dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum
200 kaleng permenit), double seamer untuk kaleng kecil dioperasikan dengan
kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit)
sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200
kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup kaleng yang
dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal
kedaluwarsa diruang jet print.
Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam
satu kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng
kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 – 117 0C dengan
tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil
dan 105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan
keranjang besi kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak
hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi
berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari
penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.
Pendinginan dan
Pengepakan.
Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari dalam retort, kemudian
diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan bervolume 16.5
m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15 menit.
Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat
pengistirahatan(Rested area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing).
Packing diawali dengan aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa air proses
pendinginan, setelah itu produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang
kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di packing, sementara
produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai dengan
keinginan produsen.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable),
karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab
kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan
semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk
mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam
dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah
suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm
jenis-jenis
teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :
1.
pendinginan
2.
pengeringan
3.
pengalengan
4.
pengemasan
5.
penggunaan bahan kimia
6.
pemanasan
Artikel Terkait
+ komentar + 9 komentar
Izin sedot gan, Makasih atas infonya
terima kasih sangat bermanfaat. ayo kunjungi juga Diener Indonesia
Saya Bagus mеruраkаn аnаk ke 2 dari sebuah keluarga yg berkecukupan. Sеkаrаng bеrumur 25 tаhu. Saya рunуа Pembantu nаmаnуа Leni уаng ѕаmраi ѕеkаrаng mаѕih ѕеtiа ngаbdi di kеluаrgа Saya ѕеmеnjаk mаѕih gаdiѕ hinggа udаh mеnikаh dаn kеmudiаn сеrаi dеngаn suaminya. Cerita
Menarik
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller , waste water treatment , Loundry dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
081310849918
Terima kasih
mantap gan salam sejahtera 1
rajan jelek
rajan jelek
Permainan judi online terjamin dengan banyak keuntungan seperti Bonus-bonus menarik yang akan bisa anda
dapatkan di situs BAKAT POKER:
* Bonus rollingan 0.5%
* Bonus Refferal 10%
* Bonus Jackpot, yang dapat anda dapatkan dengan mudah
Games Yang di Hadirkan BAKAT POKER :
* DOMINO
* OMAHA
* SUPER 10
* CAPSA
* CEME
* CEME KELILING
* POKER
Kontak Yang Bisa Di Hibunggi :
LINE : BAKATPOKER
WHATSAPP : +85570871599
TELEGRAM : BAKATPOKER
Posting Komentar