Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tiada kata yang pantas untuk diucapkan kecuali memanjatkan
puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik,
dan hidayahnya kepada kita sekalian. Sehingga kita masih dapat menikmati
anugrah terindah nya berupa kesehatan dan kebahagiaan.Shalawat serta salam
mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Kita Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kita dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang terang
benderang ini. Kali ini saya akan poting tentang pidato Nabi Muhammad SAW
Wahai
umat manusia Bulan Ramadhan telah mengunjungi kamu, bulan penuh keberkahan
suatu bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih berharga dari
seribu bulan, Allah menjadikan puasa suatu kewajiban sedangkan mengisi
malam-malamnya dengan kebajikan-kebajikan dan pengabdian merupakan thathawwu’ (amalan-amalan sunat) yang amat bernilai.
(HR. Ibnu Khuzaimah).
Pidato
ringkas di atas diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam rangka menyambut
kedatangan bulan suci ramadhan yang dinanti-nantikan, tidak hanya umat Islam,
umat-umat lainpun barangkali ikut serta menantikan kedatangannya. Oleh sebab
itu setiap kali datangnya bulan yang penuh berkah itu, Nabi Muhammad kembali
berpidato mengingatkan dengan mengawali seruannya : Wahai manusia.
Ada
hal yang menarik dari kandungan pidato yang diucapkan Nabi Muhammad SAW 14
abad silam, antara lain :
Seruan
datangnya bulan suci Ramadhan tidak hanya tertuju kepada umat Islam, akan
tetapi kepada semua manusia, meskipun kewajiban puasa hanya berlaku untuk
umat Islam. Lihatlah perintah wajib puasa yang akrab terdengar pada awal ayat
183 surat al-Baqarah: Wahai
orang-orang beriman, diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah
diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa.
Kuat
dugaan bahwa seruan itu mengindikasikan suatu pesan yang mendalam, bahwa
manfaat bulan Ramadhan tidak terbatas hanya untuk umat Islam belaka.
Dengan
kata lain, bulan suci Ramadhan memiliki dua fungsi penting, pertama fungsi
ibadah dan yang kedua fungsi sosial. Fungsi ibadah Ramadhan, jelas dengan
masuknya bulan suci Ramadhan kerohanian dan ketaatan melaksanakan perintah
Allah semakin meningkat, minimal bagi yang tidak pernah atau jarang ke Masjid
akan terpanggil nuraninya untuk datang ke Masjid, karena bulan Ramadhan daya
tarik untuk meramaikan Masjid sangat dirasakan.
Adapun
fungsi sosial, silaturrahim antara sesama umat Islam, hablumminannas (interaksi antar sesama umat beragama) dapat
terjalin melalui kegiatan ekonomi. Hal itu dapat dilihat dengan semakin
meningkatknya kebutuhan sandang pangan dan transportasi pada bulan Ramadhan
dan menjelang lebaran, dan menuntut sirkulasi keuangan yang meningkat, pada
gilirannya ekonomi masyarakat kecil, para pedagang, dan bisnisman pada semua level akan
merasakan manfaat datangnya bulan suci Ramadhan.
Lebih
jauh dari itu, pesan yang diambil dari pidato singkat Nabi Muhammad SAW
adalah persiapan batin, meliputi ilmu pengetahuan tentang puasa, filosofis
dan hikmah puasa terlebih-lebih kesiapan dan ketetapan hati menerima perintah
Allah SWT, karena berlapang dada menerima perintah Allah SWT merupakan pintu
hidayah untuk memutar “jamuan hati” mengarah kepada perbaikan diri.
Allah
SWT berfirman : Barangsiapa yang
Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah ia sedang mendaki langit. begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al-an’am : 125)
Berlapang
dada menerima dan melaksanakan ibadah puasa dapat diwujudkan dalam bentuk
kesiapan mengurangi aktivitas duniawi yang dapat mengurangi nilai ibadah
puasa, meskipun dengan mengurangi aktivitasnya akan berdampak mengurangi
penghasilan usahanya.
Katakanlah
seorang pengusaha rumah makan muslim, yang biasanya melayani makan siang
hari, berlapang dada untuk menggeser jam kerjanya di malam hari, demi
menghormati orang berpuasa, demikian pula warung kopi, apalagi tempat-tempat
diskotik, jika berlapang dada menerima kedatangan bulan suci Ramadhan, dapat
dipastikan secara sukarela mereka akan legowo
menggeser atau menutup usahanya tanpa memerlukan surat perintah dari
pemerintah setempat.
Karena
salah satu kiat untuk mendapat keberkahan adalah berlapang dada menerima apa
adanya dan mengoptimalkannya semaksimal mungkin. Contohnya seseorang
diberikan ilmu pengetahuan agama yang cukup untuk dirinya sendiri belum bisa
mengajarkan dan mengembangkannya kepada orang lain, akan tetapi dioptimalkan
pengamalannya, maka keberkahan ilmu pengetahuan yang sedikit itu akan
dirasakan manfaatnya. Demikianlah yang dimaksud dengan “keberkahan”, yaitu
banyak kebaikan, meskipun sedikit materinya.
Dalam
kaitannya dengan pidato Nabi Muhammad SAW, mengingatkan kepada semua umat
manusia bahwa Bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah. Keberkahannya dirasakan
oleh semua umat manusia tanpa kecuali, meskipun dalam waktu yang singkat (1
bulan) namun kebaikannya akan dirasakan seperti satu tahun, seperti sabda Nabi
SAW yang dicantumkan di dalam kitab Shaih Ibnu Khuzaimah : Seandainya umatku mengetahui pada ibadah
bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar satu tahun menjadi Ramadhan
semua. Terlepas dari kritikan-kritikan pakar hadis terhadap kesahihan
hadis ini.
Pesan
lain yang diambil dari pidato Nabi Muhammad SAW adalah mengisi peluang yang
amat berharga, sebab dari semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari
sepanjang tahun, hanya 30 atau 29 hari Ramadhan, pahala amal ibadah
dilipatgandakan Allah SWT.
Waktu
yang amat berharga tersebut jangan sampai berlalu tanpa menorehkan amal
ibadah yang bermanfaat untuk menjadi perbekalan di akhirat. Perbekalan yang
paling baik adalah ketaqwaan sesuai target yang akan dicapai di dalam
menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Apatah lagi kesempatan hidup bagi umatnya
tidak seperti umat-umat terdahulu bisa mencapai 1000 tahun atau ratusan
tahun.
Oleh
sebab itu, Nabi Muhammad SAW senantiasa mengingatkan umatnya akan pentingnya
arti waktu terutama bulan suci Ramadhan, karena waktu menurut pandangan Islam
merupakan “ruh” dari manusia itu sendiri. Sejalan dengan itu, Allah SWT
berulang kali bersumpah atas nama waktu di dalam Alquran “Demi waktu Duha”,
“Demi waktu Fajar”, “Demi waktu Asar”, “Demi waktu siang dan malam”, dan
seterusnya.
|
Artikel Terkait
Posting Komentar