RUANG LINGKUP ISLAM
Makna
ruang lingkup Islam, terbagi menjdi dua :
Ruang lingkup Islam dalam artiannya yang
sempit adalah “arkanu Islam” (rukun Islam yang lima)
ﺍﻹﺳﻼﻢ
ﺃﻥﺷﻬﺎﺩﺓﺃﻻ ﺇﻟﮫ ﺇﻻ ﺍﷲ٬ ﻭﺇﻗﺎﻢﺍﻟﺼﻼﺓ٬ ﻭﺇﻴﺘﺎﺍﻟﺯﻜﺎﺓ٬ ﻭﺼﻴﺎﻢﺭﻤﺿﺎﻦ٬ ﻭﺤﺞﺍﻟﺒﻴﺕ۰
“Islam adalah, bersaksi tiada tuhan selain
Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan Shalat, menunaikan
zakat, berpuasa Ranadhan dan haji ke baitullah” (Hr. Muslim)
Ruang lingkup Islam dalam artianya yang luas meliputi
:
·
Aqidah
·
Syari’at
·
Akhlak
A. Aqidah
Aqidah berasal dari bahasa Arab yang berarti
ikatan atau mengikat, sedangkan dalam pengertiaan Ushuluddin Aqidah adalah
keyakinan yang kokoh, tertancap didalam hati seseorang, diantaranya:
1.
Beriman kepada Allah Ta’ala
a. Tauhid Rububiyah توحيد الربوبية (keyakinan terhadap ke-Esaan Allah sebagai pelaku tunggal)
Dialah Maha pencipta, pemilik, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi
rezeki dan lain sebagainya Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam
hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan
kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya
dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.. (Qs, al-Baqarah 284, 258) (Lukman : 31, , Yunus: 36)
b. Tauhid Uluhiyah توحيد الألوهية ، أو "
توحيد العبادة (keyakinan terhadap Allah sebagai Zat yang
haq untuk di ibadahi), “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul
kepada setiap umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut.
(Qs, an Nahl :36)
c. c.
Tauhid Asma wa Sifat توحيد الأسماء والصفات (keyakinan bahwa Allah memiliki nama-nama
yang indah dan sifat-sifat yang sempurna) tanpa dengan cara-cara : Tahrif
(memalingkan makna yang sebenarnya kepada makna yang lain) (Qs, al Baqarah:75)
Ta’thil (menghapus atau menolak), Takyif (mempertanyakan atau
divisualkan).
2.
Beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya (Qs, An Nisa:136, al Baqarah:285)
3.
Beriman kepada Kitab-kitab-Nya (Qs, al-Hadid :25)
a. Iman kepada seluruh kitab-kitab
Allah secara global (umum) (Qs, al Baqarah : 213)
b. Iman kepada kitab Allah yang
diketahui keberadaanya dan Rasul pembawanya, seperti, Taurat oleh Musa as (Qs,
al Furqon :35), Zabur oleh Daud as (Qs, al-Isra :55), Injil oleh Isa as (Qs, al
Hadid :27), dan Al-Qur’an oleh Muhammad Saw (Qs, al Maidah :48)
4.
Beriman kepada Al-Qur’an
a. keterjagaan Al-Qur’an (Qs, al
Hijr:9)
b. keabadiaan syari’at yang dibawa al
Qur’an untuk siapa saja dan kapan saja (Qs, al Furqon: 1, al ‘Araf: 158)
c. sebagai batu ujiaan terhadap
kitab-kitab sebelumnya (Qs, al Maidah: 48)
d. menghapus (Naskh) syari’at
kitab-kitab terdahulu (Qs, Ali Imran: 1-4, al-Maidah: 43-44)
5.
Beriman kepada para Rasul-rasul-Nya (Qs, al-Baqorah: 285, An Nisa: 136)
6.
Beriman kepada Risalah Muhammad Saw
Sikap kita kepada
Nabi dan Rasullullah saw :
a. Tidak berlebihan (Ifrath): terlalu berlebihan
dilarang dalam akidah Islam, apalagi sampai taraf mengultuskan dan menuhankan
seprti orang-orang Nasrani terhadap Isa Ibnu Maryam, yang harus kita pahami
ialah, para Nabi dan Rasul juga seorang manusia biasa, ia wafat (Qs, al Imran:
144), makan, mencari nafkah (Qs, al-Furqon: 7-10) dan tidak mengetahui hal yang
gahib (Qs, al An’am: 50, al A’araf:188)
b. Tidak meremehkan (Tafrith):
meremehkan para Nabi pun dalam akidah Islam dilarang, orang-orang Yahudi telah
banyak meremehkan para Nabi dan Rasul yang diutus kepada mereka, bahkan sampai
ada yang dibunuh, dalam prinsip akidah Islam yang benar adalah bersikap
pertengahan (tidak berlebihan dan meremehk karena beberapa hal yaitu: bahwa
seorang Rasul mempunyai misi yang ia emban dari Allah (Qs, al A’raf :158),
ma’shum (Qs, Abasa: 1-12), utusan buat Ummat manusia (Qs, Saba’: 28)
7.
Beriman kepada hari Akhir (Qs, Ar Rahman: 26-27, Az Zumar 68-70)
8.
Beriman kepada siksa kubur (Qs, Al An’am: 93-94, At Taubah 101)
9.
Beriman kepada Qadha dan Qadar (Qs, Al Hijr: 21, Al Hadid: 22)
10.
kewajiban menghormati para sahabat Rasulullah Saw dan kewajiban taat kepada
pemimpin kaum Muslimin, Rsulullah Saw bersabda : “ Janganlah kalian mencaci
maki sahabat-sahabatku, jika salah seorang dari kalian berinfak dengan emas
sebesar gunung uhud, maka infak tersebut tidak mencapai satu mud (6 ons) meraka
atau setengahnya” (Hr, Bukhari dan Abu Daud).
Aqidah yang shahih bersumber dari Al-Qur’an, As
Sunnah, dan sumber kebutuhan manusia yang paling mendasar, seperti :
1.
Membentuk Tashawwur (dorongan untuk berbuat), Tashawwur terbagi dua yaitu :
Tashawwur yang Matrealistis (tujuaanya hanya dunia) (Qs, Al-‘Araf : 113,138),
dan Tashawwur yang Immatrealistis (Qs, Yunus : 72)
2.
Agar terhindar dari Iftiraq (perpecahan), Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah
Saw bersabda : “kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan, kaum Nasarani
terpecah menjadi 72, sedangkan umatku terpecah menjadi 73 golongan” (Hr. Tirmidzi,
Abu Dawud, Hakim).
3.
Fondasi untuk tegaknya Islam, Iman dan Ikhsan.
4.
Upaya potensi dari berbagai : kesengsaraan (Qs, Ma’arij : 19-23), konflik batin
yang berkepanjangan, kehinaan seperti hewan (Qs, Al-Anfal : 22)
5.
Sebagai fondasi lahirnya amal Shalih (Qs, Ibrahim : 24-25).
Sebab-sebab terjadi penyimpangan Aqidah, diantaranya :
1.
Kebodohan (jahl) (Qs, al-Qashsash : 50)
2.
Fanatic terhadap leluhur (ta’ashub) (Qs, al-Baqarah :170)
3.
Mengekor (taqlid buta), “Sungguh kamu sekaliaan benar-benar akan mengikuti
kebiasaan-kebiasaan yang buruk dari orang-orang sebelum kamu” (HR. Tirmidzi)
4.
Berlebih-lebihan (Ghuluw), “janganlah kamu sekaliaan mengagung-agungkan ku
(ifrath/berlebih-lebihan dalam pemujaan) sebgaimana oaring-orang Nasrani telah
mengagung-agungkan putra Maryam, aku ini hanyalah seorang hamba ; maka
katakanlah : hamba Allah dan Rasul-Nya (HR. Bukhari dan Muslim)
5.
Lalai terhadap ayat-ayat Allah (Tadabbur) (Qs, Ali Imran : 118)
6.
Cinta dunia (Wahm) ( Qs, al-Kahfi : 28).
B.
Syari’at
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya). (Qs, Asy-Syura : 13)
Pada garis besarnya hukum Syari’at terbagi menjadi dua dalam
kaidah fiqh :
1.
Ibadah
Para Ulama salaf menetapkan kaidah dalam pengambilan hukum
Ibadah dengan menggunakan dalil (Al Qur’an dan Sunnah) karena pada
dasarnya Ibadah itu haram sebelum ada dalil (Al Qur’an dan Sunnah) yang
memerintahkanya.
ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲﺍﻹﺒﺪﮦ ﺗﻮﻗﻔﻴﻪ ﻮﺇﺘﺒﻊ
“Dasar asli pokok ibadah adalah tauqifiyah (bersumber dengan
dalil) dan Ittiba’ (mengikuti sunnah)”
2. Muamalah
berbeda dengan ibadah, muamalah pada semua bentuknya mubah
(boleh dilakukan), kecuali ada dalil yang mengharamkanya.
ﺍﻷﺻﻞ
ﻓﻲﺍﻠﻤﻌﺎﻤﻼ ﺖﺍﻹﺒﺎ ﺒﺔ ﺍﻥﻴﺪﻝ ﺪﻠﻴﻝﻋﻠﻰ ﺘﺣﺭﻴﻤﮭﺎ
“Dasar semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkanya.”
Ruang lingkup Sya’riah :
1. sebagai tuntunan hidup (ad din)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” (Qs, Ar-Rum : 30).
2. sebagai
arahan moral (al-Millah) (Qs, Yusuf : 37)
Yusuf berkata: "tidak disampaikan kepada kamu berdua
makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan
jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. yang demikian itu
adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku
telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang
mereka ingkar kepada hari kemudian. (Qs, Yusuf 37)
3. sebagai
panduaan hukum (al-hukmu) (Qs, Al-Jatsyiah : 16)
“dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al
kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka
rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada
masanya)”. (Qs, Al-Jatsyiah :
16)
4.
sebagai pembatas halal dan haram (al-hudud) (Qs, Al-Baqarah 230)
“kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang
kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan
suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak
ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali
jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Qs, Al-Baqarah 230).
Beberapa kemaslahatan Sya’riat :
1. Bersifat abadi dan sejati
(Mashalihul ‘ibad)
2. tidak mengandung unsur kepicikan
(nafyul haraj)
3. beban yang ringan (Qillatul
at-taklif)
4. mewujudkan keadilan yang merata
(‘adalah ‘ammah’)
5. menutup celah kejahatan (saddu
az-dzara’i).
nilai plus Syari’ah:
1. Rabbaniyah dan Uluhiyah, yaitu
prinsip-prinsip tauhid (keimanan) yang membedakan bobot nilai, sehingga menusia
tidak sia-sia melakukan tindakan hukum.
2. Al-Mubasyarah, prinsip langsung
tidak memerlukan perantara.
3. prinsip tasamuh (equality), semua
berkedudukan sama di hadapan hukum.
C. Akhlak
Akhlak adalah
pelengkap dalam ajaran Islam, dalam hal ini Rasullulah Saw yang berperan memberikan
contoh ideal bagi perilaku manusia, ia meletakan prinsip-prisip dasar yang
harus diikuti manusia agar bersikap lurus, konsisten dan benar, di samping
mengkaji puncak kebaikan sebagai tujuaan manusia yang paling tinggi
ﺇﻧﻤﺎﺒﻌﺜﺖﻟﺍﺘﻤﻢﻤﮑﺎﺭﻢﻟﺍﺧﻟﺍﻕ
“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak”(HR.Bukhari & Ahmad)
Akhlak yang benar bertujuaan menjadi pedoman
bagi prilaku manusia yang permanen bukan hanya sebatas teori belaka, melainkan
harus menjadi ilmu teknik yang dapat diformat dimana prinsip-prisipnya berlaku
ditengah-tengah masyarakat dengan keindahan serta kelembutan akhlak yang mulia.
“orang mukmin yang paling sempurna imanya adalah orang yang
paling baik akhlaknya” (Hr. Tirmidzi)
Kitab suci Al-Qur’an telah merangkum
dengan baik seluruh dimensi akhlak mulia dan merangkainya dalam rangkaian yang
sempurna, dimana Rasulullah Saw telah menjalankannya dan menerapkanya dengan
sebaik-baiknya. Aisyah r.a berkata: “Akhlaknya Rasulullah Saw adalah Al
Qur’an” (Hr Muslim).
SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM
Sumber ajaran dasar umat islam ada 3 yaitu al-Qur’an, al-sunnah dan
al-hadith, dan ijtihad. Al-Qur’an marupakan kitab suci umat islam yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan didalamnya sudah dijelaskan mengenai
sistem politik, sosio budaya, ilmu pengetahuan, dan lain-lain, sehingga tidak
ada sesuatu yang terlupa olehnya. Secara etimologis al-Quran berarti bacaan
yang dibaca, al-Quran diturunkan Allah kepada nabi Muhammad dalam rentang
waktusekitar 23 tahun periode makkah 13 tahun dan sisanya 10 tahun periode
madinah. Sebagai orang yang beriman tentunya kita harus percaya bahwa al-Qur’an
merupakan kallamullah atau ucapan-ucapan Allah yang memang benar adanya dan tidak ada sedikitpun keraguan dari padanya.
A. Al-Quran
Al-Qur’an
merupakan satu-satumya kitab suci yang terjaga otensitasnya dan tidak akan
berubah sedikitpun isi dan maknanya hingga hari kiamat nantinya, karena Allah
telah menyatakan sendiri jaminan atas keaslian al-Qur’an dalam surat al-Hijr
ayat 9. Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar nnabi Muhammad yang tidak
terbatas pada makna-makna objektif semata tetapi juga pada aspek morfologis
atau lafal dan redaksinya karena merupakan kutipan langsung dari Allah.
Di
kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian
Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafi’i misalnya mengatakan
bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis
dengan memakai kata hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam
pengertian kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra berpendapat bahwa lafal Alquran berasal
dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan;
karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama
lain saling berkaitan. Selanjutnya, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan
bahwa lafal Alquran diambil dari akar kata qarn yang berarti
menggabungkan suatu atas yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran
satu dan lainnya saling bergabung dan berkaitan.
Manna’ al-Qathhthan, secara ringkas mengutip
pendapat para ulama pada umumnya yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan dinilai ibadah bagi yang
membacanya. Pengertian yang demikian senada dengan yang diberikan Al-Zarqani.
B.
Al-Sunnah
Al-sunah dan al-hadith, merupakan dasar agama islam yang kedua
setelah al-Qur’an. Al-sunnah menurut para ahli merupakan semua riwaya yang
bersumber dari rosullullah selain al-Qur’an yang wujudnya bisa berupa perkaaan,
perbuatan, dan taqrir beliau yang dapat dijadikan dalil, namun hukum
pelaksanaanya tidak sammpai ketingkat wajib atau fardu. Sedangkan al-hatith
merupakan riwayat-riwayat dari rasul dan setelah beliau diangkat menjadi rasul
(ba’da nubuwwaat). Al-sunnah lebih berfungsi sebagai petunjuk untauk
menafsirkan isi dari al-Qur’an karena tidak semua ayat-ayat al-Qur’an dapat
dipahami maksud sesungguhnya, karenanya Allah memberikan otoritas bagi nabi
Muhammad untuk menjelaskan maksud yang terkandung di dalam al-Qur’an lewat
sunnahnya.
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada
keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat
kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan
tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun
setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang
jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Al-Sunnah
seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang
membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah
itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat
sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa
bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama
ahli hadis mengartikan Al-Sunnah, Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja,
yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam
bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul
mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad
dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan
hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki
fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak
dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
1. Yang
bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
2. Yang
bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3. Yang
bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4. Isyarat
Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki
penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat
sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang
selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
C.
Ijtihad
Ijtihad, secara bahasa berasal dari kata
jahada yang lebih bermakna pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit
dilaksanakan, atau yang kurang disenangi. Persoalan yang tidak dapat diabaikan
dalam melakukan ijtihad adalah terpenuhinya syarat-syarat ijtihad. Dalam hal
ini para ulama berbeda pendapat dalam menentukan syarat-syarat ijtihad sebagai
mujtahid (orang mampu melakukan ijtihad melalui cara istinbath dan tathbiq).
Istinbath ialah mengeluarkan hokum dari hokum sumber syariat sedangkan tahbiq
ialah penerapan hokum. Menurut Wahbah al-Zuhaili, hukum ijtihad adalah wajib
‘ain, wajib kifayah, sunnah dan bahkan atau haram, tergantung pada kapasitas
orang yang bersangkutan.
Selamat Membaca
Artikel Terkait
+ komentar + 1 komentar
TERIMA KASIH. ijin copas ya gan.
Posting Komentar